flickr.com |
Kekayaan budaya merupakan unsur terpenting yang merupakan warisan suatu peradaban. Bukan rahasia lagi jika di masa lalu Aceh merupakan satu di antara lima kerajaan Islam terbesar di dunia. Tentulah jejak-jejak peninggalan masa kejayaan tersebut menarik untuk ditelusuri kembali. Kekayaan budaya tersebut memberikan pesan tersirat untuk berpegang teguh pada nilai-nilai religius yang luhur serta menjadi inspirasi dalam berkarya.
Wisata Budaya Aceh sejatinya bukanlah merupakan hal yang baru. Hal ini dapat dilihat dari upaya pemerintah, usahawan, pelaku dan pemerhati kebudayaan Aceh serta para stakeholder lainnya dalam mendukung wisata budaya di Aceh. Dalam tulisan ini kita akan sedikit membahas mengenai inspirasi dari konsep Bandar Wisata Islami serta kampanye gencar Aceh Halal Tourism.
Inspirasi dari Bandar Wisata Islami
Beberapa tahun silam, sempat dicanangkan kota Banda Aceh sebagai Bandar Wisata Islami. Hal ini dicetuskan oleh Walikota Banda Aceh ketika itu, (alm.) Ir. Mawardy Nurdin yang melihat potensi kota Banda Aceh ada pada bidang budaya dan pendidikan. Dalam aspek perekonomian, kota Banda Aceh sebagai ibukota provinsi Aceh tidak memiliki potensi pengembangan industri karena bidang-bidang yang berkembang umumnya adalah sektor jasa.
Menurut Muchtar Mahmud, Direktur Akademi Pariwisata Muhammadiyah Aceh, sektor budaya dan pendidikan haruslah saling bersinergi dalam mewariskan nilai-nilai luhur budaya Aceh yang berlandaskan keislaman. Mantan Kadisbudpar Banda Aceh pada era Walikota Mawardy ini menyatakan bahwa ada tiga hal yang dapat mendukung visi dan misi Bandar Wisata Islami; tsunami, Helsinski dan accessibility.
Pembangunan kembali Aceh (termasuk kota Banda Aceh) pasca tsunami adalah wujud nyata solidaritas dunia internasional. Sebagai wujud rasa terima kasih, maka dibangunlah Monumen Aceh Thanks to The World dan Museum Tsunami. Ini sebenarnya hanyalah sebagian dari sejumlah prasasti lainnya yang turut mengabadikan kepulangan ratusan ribu korban yang telah berpulang ke hadhirat Ilah. Kini, peristiwa nahas tersebut telah menjadi obyek wisata edukasi bagi wisatawan lokal dan mancanegara yang datang ke Aceh.
bandaacehkotamadani.wordpress.com |
Helsinski, bermakna penandatanganan kesepakatan perdamaian antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinski, Finlandia pada 15 Agustus 2005. Perjanjian damai tersebut seakan membuka isolasi provinsi terbarat Indonesia ini dari pergaulan internasional. Perjanjian damai tersebut berperan penting dalam menormalisasi situasi keamanan Aceh yang kian kondusif sehingga warga Aceh pun dapat menatap masa depannya dengan penuh harapan.
Sementara accessibility (aksesibilitas) berarti terbukanya banyak sekali akses transportasi baik darat, udara dan laut yang datang dan pergi ke Aceh dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Banyaknya penerbangan murah melalui maskapai internasional juga bagaikan berkah tak terduga karena dapat mendorong arus pariwisata yang berarti meningkatkan perekonomian warga Aceh.
Jadi, menurut pemahaman penulis, konsep bandar wisata Islami ini lebih menekankan pada pelestarian nilai-nilai keislaman yang melekat pada budaya dan adat istiadat masyarakat Aceh. Nilai-nilai yang telah mampu membawa sifat menjaga kerukunan dan perdamaian sesuai dengan semangat menebar kebermanfaatan bagi semesta (rahmatan lil 'aalamiin).
Aceh Halal Tourism
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh belum lama ini meluncurkan branding baru pariwisata Aceh. Bila sebelumnya mengandalkan tajuk "Visit Aceh" namun kini telah digunakan slogan dan logo baru yaitu "The Light of Aceh" dan "Cahaya Aceh". Kedua tajuk ini akan menjadi branding baru pariwisata Aceh yang saat ini sedang gencar mengkampanyekan halal tourism.
Dalam rangka menyukseskan kampanye tersebut, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh secara aktif melibatkan banyak pihak mulai dari akademisi, seniman, pemandu wisata, praktisi TIK, para influencer di blog dan sosial media serta kalangan profesional lainnya. Kampanye ini digalakkan dalam upaya Aceh yang mengajukan diri sebagai destinasi wisata halal nasional dalam waktu dekat.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Reza Fahlevi, pihaknya telah menyusun sejumlah agenda dalam menyukseskan kampanye branding dan voting wisata halal tersebut. Upaya lainnya yang dilakukan adalah dengan membentuk tim halal volunteer. Untuk lebih lengkapnya dapat kita ikuti di website Disbudpar Aceh di http://acehtourism.travel dan instagram http://www.instagram.com/disbudpar_aceh
Pada tahun 2015, kota Lombok, provinsi Nusa Tenggara Barat meraih gelar bergengsi sebagai destinasi halal dunia. Keseriusan pemerintah setempat dalam membangun wisata halal yang telah mendapat pengakuan dunia ini menjadi inspirasi bagi Aceh. Secara terminologi, wisata halal tidak hanya berkaitan dengan wisata religi, namun juga pembenahan pelayanan kepariwisataan secara menyeluruh.
Pembenahan tersebut mencakup aspek-aspek kepuasan konsumen dalam hal ini wisatawan yang datang ke Aceh. Aceh selama ini mengedepankan slogan "Peumulia Jamee adat Geutanyoe" yang menggambarkan budaya keislaman yang dijunjung erat di Aceh dalam memuliakan tamu (baca: wisatawan). Pembenahan pelayanan yang diharapkan tentunya menyeluruh termasuk pada sektor-sektor jasa pendukung pariwisata antara lain restoran, penginapan dan pusat perbelanjaan.
Dewasa ini, para wisatawan muslim -- pada umumnya dari negara-negara Timur Tengah -- dikenal royal dalam membelanjakan uangnya di negara-negara tujuan wisata mereka. Hal tersebut menjadi magnet yang kuat bagi negara-negara di dunia untuk menggarap potensi wisata halal seperti yang diterapkan di negara-negara tetangga antara lain Malaysia, Thailand dan Singapura bahkan di negara-negara berpenduduk mayoritas non-muslim di benua Eropa dan Amerika. Sementara potensi wisatawan muslim terbesar di provinsi Aceh berasal dari wisman Malaysia yang pada umumnya berminat pada wisata religi, edukasi tsunami, sejarah dan budaya termasuk kuliner.
acehtourism.travel |
Perhatian terhadap perawatan dan perlindungan terhadap situs-situs bersejarah seperti yang antara lain dilakukan komunitas Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA) merupakan wujud partisipasi aktif masyarakat dalam menyemarakkan wisata budaya di Aceh. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa di antara generasi muda Aceh masih ada yang secara sukarela mencintai dan mendedikasikan dirinya untuk meneruskan budaya Aceh kepada generasi selanjutnya.
Akhirnya, bagi generasi muda Aceh tentunya dapat memanfaatkan upaya gencar promosi pariwisata Aceh tersebut untuk terus mempelajari dan menggalakkan kembali kerajinan budaya dan kesenian-kesenian yang dapat mendukung pelestarian budaya daerah di Aceh. Adalah tanggung jawab kita bersama menyelamatkan kembali budaya dan tradisi yang secara perlahan digerus modernitas. Kalau bukan kita, siapa lagi dan kalau bukan sekarang kapan lagi.
TVC Video The Light of Aceh
Sumber Pendukung:
Muchtar Mahmud, Banda Aceh Bandar Wisata Islami,
https://rumoehlensa.wordpress.com/2009/04/29/banda-aceh-bandar-wisata-islami/, diakses pada 16 Agustus 2016, pukul 21.18.
Promosi Wisata Halal, Aceh Luncurkan Tagline The Light of Aceh, http://travel.detik.com/read/2016/06/24/132414/3241314/1382/promosi-wisata-halal-aceh-luncurkan-tagline-the-light-of-aceh diakses pada 16 Agustus 2016, pukul 21.25.
NTB Genjot Promosi Wisata Halal, http://gayahidup.republika.co.id/berita/gaya-hidup/wisata-halal/16/08/12/oafgff348-ntb-genjot-promosi-wisata-halal diakses pada 16 Agustus 2016, pukul 21.48.
No comments:
Post a Comment